Kesetiaan seorang Abdidalem Kraton Jogjakarta dalam menjaga makam Sultan Agung di Imogiri
lukisan cat minyak pada kanvas
90 x 70 cm
karya herjaka HS 2014
Sawitri Oh Sawitri
Herjaka HS
(5) Menjalani Tapa Ngrame
Sesampainya di pertapaan Arga Kenanga, Sawitri diajak masuk
ke dalam rumah yang cukup besar.
“Rumah ini adalah satu-satunya milik kerajaan, yang terhindar dari jarahan musuh.”
Sawitri mengangguk angguk sembari menebarkan pandangannya ke
penjuru ruangan.
“Selain kamu dan ayahmu, siapa saja yang tinggal di rumah
ini?”
“Ada beberapa orang,
mereka adalah pengikut setia ayahku. Ketika ayahku masih menjadi raja, mereka
bergantung pada belas kasihan ayahku. Tetapi sekarang kebalikannya, ayahku
bergantung pada belas kasihan mereka. “
Kemudian Sawitri diajak masuk ke ruangan tengah yang tidak
begitu luas lalu diperkenalkan kepada
ayah Setiawan yang bernama Begawan Jumatsena. Keadaannya sangat memprihatinkan.
Selain kurus dan buta, ia telah kehilangan semangat hidup. Sawitri merasa iba dan terpanggil untuk
menolong Begawan Jumatsena dari keterpurukan.
“Bolehkah aku membantu merawat ayahmu?” tanya Sawitri spontan.
“Tentu saja boleh” jawab Setiawan dengan polosnya. Ekspresi
wajahnya tidak dapat menyembunyikan kegembiraan yang membuncah. Ada keyakinan
yang kuat dalam diri Setiawan, bahwa wanita yang sekarang ada di depannya ini
dapat menyembuhkan dan memulihkan ayahandanya dari kebutaan dan mengentaskannya
dari derita dan keterpurukan.
Sejak hari itu Sawitri tinggal di Arga Kenanga bersama
beberapa pengikut setia Begawan Jumatsena. Dengan demikian Sawitri dapat
mengenal Setiawan apa adanya, dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Dari cerita salah satu pengikut Jumatsena, Sawitri tahu bahwa Setiawan sesungguhnya
adalah putra raja, bahkan dapat dikatakan calon pengganti raja. Meskipun Setiawan
terpaksa meninggalkan keraton untuk mengikuti ayahnya ke hutan belantara yang
sunyi, hal tersebut bukan berarti bahwa gelarnya sebagai putra mahkota lepas
dengan sendirinya. Di mata rakyat Arga Kenanga yang mencintai dirinya, Setiawan
masih tetap putra mahkota.
Yang istimewa pada pribadi Setiawan adalah, walaupun dirinya
terusir dari keraton dan mengikuti ayahnya dalam laku tapa, Setiawan tetap tegar dan bersemangat. Ia dengan setia
mendampingi ayahnya yang sedang menyucikan diri dengan laku tapa sehingga ayahnya dikenal dengan sebutan begawan atau petapa.
Selain menjaga dan merawat ayahnya, Setiawan juga belajar
ilmu-ilmu kehidupan dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, alam dan sesama
ciptaan. Oleh karenanya orang-orang disekitarnya mengenal Setiawan dengan
sebutan Brahmana Muda. Sebutan yang layak bagi Setiawan, seorang pemuda yang mempunyai
ilmu tingkat tinggi dan pengetahuan yang dalam layaknya seorang brahmana.
Maka, bukan merupakan sebuah kebetulan jika kemudian apa yang
ada dalam pribadi Setiawan persis dengan apa yang diharapkan Sawitri (bersambung)
No comments:
Post a Comment