Ketika tiba waktunya kelima bersaudara yang disebut Pandawa melakukan perjalanan menuju keabadian. Sesampainya di gerbang surga, si sulung Yudistira tinggal sendirian. Anjing yang selama ini setia menuntunnya lenyap berubah menjadi Batara Darma. Dalam kesendirian serta keheningan, sayup-sayup terdengar suara rintihan minta tolong. Yudistira menuju ke suara itu. terkesiaplah hatinya melihat pemandangan yang belum pernah dilihat selama hidupnya. Suasana sungguh mencekam, mengerikan, panas penuh rasa sakit. Lebih terkesiap lagi bahwa diantara mereka yang merintih adalah keempat adiknya. Mengapa bisa terjadi demikian? Bukankah selama hidup kami berlima selalu bersama-sama? Tetapi mengapa aku mendapat tempat yang berbeda?
Sejak masih di dunia
Yudistira selalu berada pada suasana yang sejuk damai, sabar tawakal, narima
prasaja, bersih jujur, pemaaf serta penuh kasih. Oleh karenanya Yudistira
disebut sebagai ‘titah ajathasatru’ yang artinya manusia tak bermusuh. Hal-hal
positif itulah yang kemudian mengantar
Yudistira masuk surga. Apa yang telah dirintis di dunia akan di abadikan dalam
keabadian.
Tinta pada kertas
70 cm x 50 cm
karya herjaka HS 2006
koleksi : Bp. Dedy Panigoro, Jakarta
Heaven Has Kissed
the World
There came the time for five brothers Pandavas to have
their journey to eternity. On the gate of heaven, Yudhistira stayed alone
without his brothers. His dog that always followed him transformed into Batara
Darma, his father. In loneliness, Yudhistira heard a sound of people moaning
and crying for help. He went to see where the sound came from. He was so
shocked to see the view of hell. He became more shocked when he saw his
brothers were among people in hell. How could that happen? They were always
together all their lives, but why only Yudhistira got in heaven?
Yudhistira, since his life in the world had always been
the peaceful, patient, honest, merciful, humble, and the loving one. So he was
called as ‘titah ajathasatru’ or human without enemy. That positivities in his
character brought him to heaven. What have been done on earth, would be
immortalize in eternity.
Ink on paper
70 cm x 50 cm
Herjaka HS 2006
Collected by Bp. Dedy Panigoro, Jakarta
No comments:
Post a Comment